Alhamdulillah kajian rutin ekonomi islam yang dihadiri oleh 23 ekonom robbani di masjid Masjid Al-fadlillah jumat (27/12) berjalan lancar. Hampir seluruh peserta aktif memberikan pendapat dan tanggapan mengenai outlook perbankan syariah 2014 yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagaimana artikel yang diposkan oleh Rifky Dwi Apriyono pada laman resmi IAEI.
Diawali dengan penjelasan napak tilas perkembangan ekonomi di
Indonesia dari tahun 1998 hingga tahun 2008. Kita tahu bahwa 75% dari
pendapatan domestik bruto berasal dari UMKM yang berkaitan erat dengan sektor perbankan.
Krisis yang melanda indonesia pada tahun 1998 ternyata tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perbankan syariah, hal ini dikarenakan dana yang dihimpun
bersifat independen dan diberlakukannya sistem perbankan yang syariah yakni
bebas dari MAGHRIB (Maysir, Gharar,dan riba).
Bank konvensional menggunakan bunga sebagai dasarnya, maka jika suku bunga dinaikkan, inflasi pun akan naik, sementara perkembangan ekonomi akan turun. Namun, jika BI menggunakan kebijakan moneter syariah, maka inflasi akan turun dan perkembangan ekonomi akan naik.
Muncul beberapa pandangan skeptis bahwasanya perbankan
syariah saat ini menjadi suatu fenomena sebagai alternatif sistem bank tanpa
riba yang diyakini dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi.
Namun, ketika terjadi permasalahan global, bank syariah tidak diberikan
kesempatan untuk berkontribusi dalam pemecahan solusinya.
Pandangan masyarakat bahwa bank syariah tidak berbeda dengan
bank konvensional memang masih ada, karena bank syariah masih belum jelas dalam memberikan
dasar penetuan return depositonya.
Tantangan berat di tahun 2014
Tahun 2014 dapat dijadikan tahun acuan sejauh mana sharia compliance diterapkan dalam perbankan syariah, disamping itu tahun 2014 adalah
tahun pemilu yang merupakan pesta rakyat terbesar yang berbau politik. Setiap
tahun pemilu, rupiah akan selalu menguat. Hal ini diindikasi karena tingginya
kebutuhan akan dana segar yang digunakan oleh partai politik dalam berkampanye.
Bank syariah mungkin saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum partai politik terutama
yang membawa nama Islam untuk menggulirkan dana pinjaman bagi mereka. Aspek
moralitas para praktisi dan pemegang kebijakan di perbankan syariah ini dapat
dilihat dari keputusan yang diberikan bagi para 'peminjam' ini. Pemilihan nasabah
secara selektif perlu dilakukan, disamping peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai dewan yang
memonitoring manajemen perbankan syariah.
Meskipun bank syariah banyak berhubungan dengan Mesir, timur
tengah dan negara islam lainnya dalam kebutuhan dana, perlu kita sadari bahwa
negara-negara maju non islam lainnya juga memiliki bank islam yang cukup besar. Ada peluang besar dana yang awalnya disimpan di negara-negara muslim dapat dialihkan kepada negara-negara non muslim seperti inggris, singapura dan swiss.
Mengenai tantangan pada awal tahun 2014 adalah berkaitan
dengan peralihan pengawasan dan pemeriksaan perbankan syariah dari BI ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
OJK sebagai lembaga pengawas yang independen dan masih sangat baru dalam
pemegang regulasi di Indonesia ini haruslah terbebas dari korupsi dan berhati-hati
dari pengaruh partai politik. Meskipun independen, OJK juga memiliki badan
pengawas khusus secara internal yang dibentuk untuk memantau kinerjanya.
Perlu dibedakan antara wewenang OJK dan BI, bahwasanya BI lebih fokus pada macro prudential yang memfasilitasi pengawasan antar lembaga keuangan, sementara OJK fokus pada micro prudential yang hanya fokus pada permasalahan di tiap lembaga keuangan saja. BI lebih bertanggungjawab dalam menstabilkan keadaan ekonomi secara makro, sementara OJK fokus dalam memberikan perlindungan bagi nasabah dan juga lembaga keuangan.
Perlu dibedakan antara wewenang OJK dan BI, bahwasanya BI lebih fokus pada macro prudential yang memfasilitasi pengawasan antar lembaga keuangan, sementara OJK fokus pada micro prudential yang hanya fokus pada permasalahan di tiap lembaga keuangan saja. BI lebih bertanggungjawab dalam menstabilkan keadaan ekonomi secara makro, sementara OJK fokus dalam memberikan perlindungan bagi nasabah dan juga lembaga keuangan.
Pesimistis timbul mengingat adanya dua agenda
besar yang sangat berpengaruh di Indonesia di tahun 2014, yaitu tahun pemilu
dan tahun peralihan kebijakan dari BI ke OJK yang akan diresmikan pada akhir
tahun 2013 ini.
OJK akan difungsikan secara maksimal mulai januari 2014 ini
dengan mengaktifkan pengawasan pada setiap daerah melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI). Pada daerah-daerah yang belum memiliki KPBI akan tetap diawasi oleh
KPBI terdekat yang selama ini menaungi pengawasan Perbankan di daerah tersebut.
Selain BI dan OJK
sebagai lembaga pengawas keuangan di Indonesia, ada Badan Pengawas Keuangan (BPPK) yang fokus dalam mengawasi keuangan publik
berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran negara.
Terkait pengawasan sharia compliance perbankan syariah, DPS sudah sewajarnya memerlukan anggota yang memahami
secara komprehensif mengenai mekanisme keuangan baik secara teori maupun
praktiknya. DSN-MUI sebagai dewan yang berhak mengeluarkam fatwa produk dan
akad syariah perlu berkolaborasi dengan manajemen perbankan secara baik agar sharia compliance
dapat tercapai dan menghindari berbagai kecurangan keuangan.
Peluang pada dana talangan haji
Ada beberapa komitmen pemerintah yang memang akan
berpengaruh bagi industri perbankan, salah satunya peralihan dana talangan haji ke perbankan syariah. Kebijakan ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perbankan
syariah.
Dana talangan haji masih diperdebatkan oleh sebagian orang. Sebagian orang berpendapat bahwa para calon haji tersebut sebenarnya belum mampu secara finansial sehingga tidak perlu memaksakan penggunaan dana ini. Alternatif selain penggunaan dana ini adalah dengan dana tabungan haji sehingga nasabah berangkat haji setelah tabungan yang terkumpul telah mencukupi. Tingginya keinginan masyarakat Indonesia untuk pergi haji menyebabkan kuota dan antrian yang cukup besar tiap tahunnya.
Dana talangan haji masih diperdebatkan oleh sebagian orang. Sebagian orang berpendapat bahwa para calon haji tersebut sebenarnya belum mampu secara finansial sehingga tidak perlu memaksakan penggunaan dana ini. Alternatif selain penggunaan dana ini adalah dengan dana tabungan haji sehingga nasabah berangkat haji setelah tabungan yang terkumpul telah mencukupi. Tingginya keinginan masyarakat Indonesia untuk pergi haji menyebabkan kuota dan antrian yang cukup besar tiap tahunnya.
Diluar pro kontra pembolehan dana talangan haji, pemindahan
dana talangan haji dari bank konvensional ke bank syariah ini perlu dilakukan
secara bertahap agar tidak terjadi rush and collaps bagi bank konvensional serta ketidaksiapan bank syariah dalam menampung dana dengan jumlah yang besar. Perbankan syariah perlu mengalihkan dana ini menjadi suatu gerakan ekspansi pembiayaan yang seimbang dengan pemasukan dari dana talang
haji agar idle fund tidak terjadi dan tetap menjaga likuiditas.
Faktor eksternal
Tantangan ke depan
berkaitan dengan kebijakan lanjutan dari pengurangan stimulus (tapering off)
dari bank sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve. The Federal Reserve atau the Fed yang merupakan gabungan dari bank sentral yang ada di negara-negara bagian AS. The Fed berfungsi untuk mengontrol suplai uang tunai dolar, mengatur ribuan bank
swasta, dan memberikan pinjaman darurat bagi bank yang mengalami cash
deficit.
Stimulus akan terus dikurangi secara bertahap jika target
tenaga kerja dan inflasi tercapai oleh AS. Hal yang membahayakan adalah jika
nilai stimulus ini diperbesar maka dampak terhadap ekonomi negara-negara
berkembang (emerging market) termasuk Indonesia akan sangat terasa. Perlu
diketahui mulai januari 2014 ini, the Fed akan melakukan tapering off dari USD 85 Milliar perbulan menjadi USD 75 Milliar perbulan. Penurunan sebesar USD 10 Milliar ini bukanlah
angka yang kecil dan dapat membahayakan perekonomian di Indonesia.
Mekanisme the Fed mengeluarkan uang (meningkatkan
jumlah uang beredar) dilakukan dengan menjual obligasi AS agar uang yang
digulirkan dapat digunakan oleh negara lainnya. Jika jumlah dolar naik,
maka dolar semakin kuat dan rupiah akan semakin melemah. Inflasi terus
merangkak naik, dan pada akhirnya AS akan membeli obligasi dari
negara-negara yang telah membeli obligasi AS itu sendiri untuk penentuan
kebijakan bagi negara berkembang sehingga menguntungkan negara mereka.
Kejadian pada bulan juli 2013 sebagai contoh nyata saat IHSG
tumbang sehingga menyebabkan dana investor asing keluar dan kembali ke negara
asalnya mencapai USD 15,2 triliun, angka ini senilai dengan dana asing yang masuk
pada tahun 2012. Jika "Fed Fund Rate" naik, maka hot money dari investor asing ini
akan terus berkurang.
Pengaruh ini lebih berdampak pada perbankan
nasional, karena belum ada satu pun perbankan yang go public. Akan
tetapi, bank syariah mandiri sebagai bank dengan aset terbesar berencana untuk
melakukan initial public offering (IPO) pada tahun 2014.
0 Response to "Kajian Mingguan ForSEI "Outlook Perbankan Syariah 2014""
Posting Komentar